Bubur India di Masjid Pekojan
Setiap daerah banyak yang memiliki tradisi unik dan menarik yang beda dengan daerah lain. Tak terkecuali masjid-masjid dalam memberikan hidangan menu berbuka puasa. Jika di Masjid Layur atau Masjid Menara di Jalan Layur Semarang, ada kopi Arab dan kurma untuk berbuka puasa maka di Masjid Jamik-masjid besar-Pekojan di Jalan Petolongan Semarang, setiap hari pada bulan Ramadhan selalu ada hidangan bubur India saat berbuka puasa. Tradisi ini menurut sejumlah sesepuh di masjid tersebut, telah berlangsung ratusan tahun lalu. Untuk memasak bubur diperlukan sekitar 12-15 kg beras setiap hari. Bubur tersebut kemudian di bagi ke dalam mangkok-mangkok yang berjumlah sekitar 200 porsi. Seiring perkembangan waktu, selain bubur, dihidangkan juga buah, kurma, air mineral, dan kopi atau susu. Biaya pembuatan menu tersebut didapat dari donatur yang siap memberikan bahan-bahan tersebut sebulan penuh. Kenapa disebut bubur India? Menurut cerita, kawasan Pekojan merupakan daerah yang banyak dihuni warga Indonesia keturunan India, Arab, dan Gujarat. Mereka merupakan pedagang yang juga menyiarkan Islam di bumi nusantara ini. Tidak salah apabila Masjid Pekojan merupakan satu dari empat masjid tertua yang ada di Semarang. Selain dinikmati oleh jamaah masjid, bubur India juga dinikmati pedagang, pekerja, dan tukang becak yang ada di sekitar masjid.
Rabu, 19 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
Slurrrpppp.gluks...mbayangi bubur India pake sambel goreng ati, krecek...uuuughh mak nyuus mesti rasane. Iso nganggo bacem walang ra, Lek ? :)
jadi pengeennnnnn.......
bawain dunk.. aku mauuuuw
Sampeyan sedulurnya Danang (M. Dananjaya, Sumber Ponjong?), Mas? koq mirip?
Komentar Inspektur Vijay :
Masjid Jami' Pekojan menyimpan banyak kisah, tradisi dan budaya yang unik. Termasuk komunitas masyarakat keturunan Gujarat yang disebut-sebut Koja di sana. Orang salah kaprah menyebut bubur buka puasa dengan nama bubur India. Setahuku dulu sebutannya bukan demikian. Termasuk di sana juga ada Nasi Kebuli. Terus ada juga tradisi Sonjo-sonjo. Ada juga bahasa masyarakat setempat. Kalau mau digali untuk bahan tulisan aku bisa tunjukin sumber-sumbernya.
Hubungi aja Inspektur Vijay.
Posting Komentar