Senin, 26 November 2007
Pertandingan
Setiap pertandingan-game-selalu menyisakan drama pada akhir babaknya. Kegembiraan, sukacita, kesedihan, dan trauma menjadi konsekuensi sebuah pertandingan. Tidak hanya kehidupan, babak demi babak dalam permainan sepak bola pun demikian. Setidaknya itu yang tergambar saat PSIS Semarang menjamu tamunya Pelita Jaya Purwakarta pada lanjutan Liga Djarum Indonesia 2007 di Stadion Jatidiri, Semarang, Minggu (25/11) malam.
Adegan demi adegan-bak potongan cerita dalam pentas teater-sudah terjadi sejak peluit pertamna dibunyikan wasit. Pertandingan yang berkesudahan dengan kemenangan tuan rumah PSIS 2-1 ini setidaknya menyisakan cerita yang tidak akan habis untuk dibahas. Mungkin juga untuk direnungkan. Drama pertama terjadi saat pertandingan belum berlangsung 10 menit. PSIS sudah kecolongan gol. Sontak penonton yang memenuhi stadion menjadi terdiam. Sepi, sunyi. Mereka yang tadinya bersorak-sorai dengan nyanyian dan yel-yel, seolah mendapat palu godam yang membungkam mereka. Stadion menjadi sunyi, senyap, kayak dikuburan, he he he he.... Keceriaan hanya ada di salah satu sudut stadion, di bangku offisial dan pemaian cadangan Pelita.
Namun, keadaan itu tidak berlangsung lama. Gol bunuh diri yang dilakukan pemain Pelita, Tommy Rifka, mebalikkan suasana. Stadion kembali bergemuruh. Disinilah salah satu klimaks pertandingan terjadi. Tommy yang merasa bersalah menutupi wajahnya, seolah tidak percaya telah membuat gol ke gawang sendiri. Petir seolah menyambar kepalanya, palu godam seolah dipukulkan ke kepalanya, topan mitag seolah berputar-putra di atas kepalanya. Kepalanya menjadi pening, stadion menjadi hitam, kelam, seolah dunia sudah kiamat.
Puncak dari drama di stadion yang penerangannya tidak layak ini terjadi saat pemain PSIS, Marthen Tao, membuat gol kemenangan untuk PSIS. Tidak hanya penonton, pemain, dan offisial yang bersorak, seluruh stadion bahkan ikut bergoyang. Rumput-rumput dan tembok stadion juga ikut bergemuruh, menyambut gol kemenangan ini. Gol ini seolah menjadi oase yang menyejukkan di tengah corat marit persepakbolaan Indonesia.
Dan inilah pertandingan. Ada kegembiraan, kebahagiaan, kesedihan, keputusasaan, bahkan kiamat.
Selasa, 20 November 2007
Kerusakan Lingkungan
Oleh Heru Sri Kumoro
Sumber: Kompas, 17 November 2007
Perusakan secara alamiah dan pengaruh aktivitas manusia di perairan
Dari hasil monitoring periode 2004-2007 dengan menggunakan metode
Kondisi yang sama juga terlihat pada kemunculan penyusun terumbu
Hal itu terungkap saat pemaparan hasil Reef Check dan Jambore Selam
Reef check itu dilakukan pada 11-13 November. Kegiatan ini diikuti
Pemantauan terumbu karang dilakukan di lima titik di Pulau Menjangan
Lokasi yang dipilih merupakan wilayah khusus pemanfaatan pariwisata,
Pemaparan hasil reef check disampaikan Ketua MBC Achmad Mustofa dan
Menurut Sutrisno, perusakan alamiah terjadi saat badai dan arus deras laut yang membalikkan terumbu karang sehingga mati, seperti di Menjangan Kecil. Badai besar yang terjadi pada akhir Desember 2006 dan awal Januari 2007 sedikit banyak juga merusak terumbu karang,
Kompas yang ikut melakukan pemantauan menemukan karang jenis Acropora atau karang bercabang di Pulau Menjangan Kecil pada kedalaman sekitar 3 meter banyak yang rusak. Karang yang rusak tidak hanya patah sebagian cabangnya, tetapi terbalik.
Selain penggunaan bahan berbahaya seperti potasium, minimnya kesadaran nelayan dan pelaku pariwisata saat belabuh dengan membuang jangkar juga menjadi salah satu faktor yang memperparah kerusakan terumbu karang.
Jangkar yang dibuang nakhoda perahu saat berlabuh sangat merusak
Sebenarnya sudah ada upaya untuk mengurangi laju kerusakan terumbu
Namun, alat ini banyak yang hilang baik karena faktor alam maupun
Adanya aturan yang tegas dan program penyadaran bagi nelayan dan