Jumat, 14 Desember 2007

Diskriminasi Pembangunan

Tolak Perdagangan Anak dan Perempuan
Aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan mahasiswa menggelar aksi menolak perdagangan perempuan dan anak di Semarang, Rabu (12/12). Selain sebagai sebuah kejahatan kegiatan perdagangan manusia juga telah meresahkan masyarakat. Selain berkedok pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, modus yang digunakan juga sudah bervariasi, misal penculikan dengan hipnotis. Semua itu tidak lepas dari masalah ekonomi. Orang tua atau masyarakat akan mudah tergiur dengan iming-iming gaji yang besar dan kehidupan yang enak di luar negeri atau juga di kota besar, seperti Jakarta. Karena ketidaktahuan masyarakat atau mungkin makin pinternya pelaku perdanganan ini, sehingga masyarakat seolah-olah tidak merasa tertipu atau dibohongi. Trus salah siapa ini? Kalau mau diurutkan, pemerintahlah yang pertama kali harus disalahkan. Kenapa harus pemerintah? Karena lembaga inilah yang punya kewenangan untuk menyediakan lapangan kerja yang layak bagi masyarakatnya. Selaian itu, saat ini pemerintah juga sangat diskriminatif dalam pembangunan. Kota-kota besar selalu menjadi prioritas pengembangan, sedangkan desa atau daerah selalu dianak tirikan. Tidak salah apabila arus urbanisasi terus-terusan berlangsung, contoh paling kentara saat Jakarta diserbu orang desa sesaat setelah Lebaran. Oleh karenanya hal yang mendesak untuk dilakukan adalah pemerataan pembangunan. Daerah harus mendapat porsi yang lebih banyak dalam pembangunan.

Senin, 26 November 2007

Pertandingan

Drama Sebuah Pertandingan
Setiap pertandingan-game-selalu menyisakan drama pada akhir babaknya. Kegembiraan, sukacita, kesedihan, dan trauma menjadi konsekuensi sebuah pertandingan. Tidak hanya kehidupan, babak demi babak dalam permainan sepak bola pun demikian. Setidaknya itu yang tergambar saat PSIS Semarang menjamu tamunya Pelita Jaya Purwakarta pada lanjutan Liga Djarum Indonesia 2007 di Stadion Jatidiri, Semarang, Minggu (25/11) malam.
Adegan demi adegan-bak potongan cerita dalam pentas teater-sudah terjadi sejak peluit pertamna dibunyikan wasit. Pertandingan yang berkesudahan dengan kemenangan tuan rumah PSIS 2-1 ini setidaknya menyisakan cerita yang tidak akan habis untuk dibahas. Mungkin juga untuk direnungkan. Drama pertama terjadi saat pertandingan belum berlangsung 10 menit. PSIS sudah kecolongan gol. Sontak penonton yang memenuhi stadion menjadi terdiam. Sepi, sunyi. Mereka yang tadinya bersorak-sorai dengan nyanyian dan yel-yel, seolah mendapat palu godam yang membungkam mereka. Stadion menjadi sunyi, senyap, kayak dikuburan, he he he he.... Keceriaan hanya ada di salah satu sudut stadion, di bangku offisial dan pemaian cadangan Pelita.
Namun, keadaan itu tidak berlangsung lama. Gol bunuh diri yang dilakukan pemain Pelita, Tommy Rifka, mebalikkan suasana. Stadion kembali bergemuruh. Disinilah salah satu klimaks pertandingan terjadi. Tommy yang merasa bersalah menutupi wajahnya, seolah tidak percaya telah membuat gol ke gawang sendiri. Petir seolah menyambar kepalanya, palu godam seolah dipukulkan ke kepalanya, topan mitag seolah berputar-putra di atas kepalanya. Kepalanya menjadi pening, stadion menjadi hitam, kelam, seolah dunia sudah kiamat.
Puncak dari drama di stadion yang penerangannya tidak layak ini terjadi saat pemain PSIS, Marthen Tao, membuat gol kemenangan untuk PSIS. Tidak hanya penonton, pemain, dan offisial yang bersorak, seluruh stadion bahkan ikut bergoyang. Rumput-rumput dan tembok stadion juga ikut bergemuruh, menyambut gol kemenangan ini. Gol ini seolah menjadi oase yang menyejukkan di tengah corat marit persepakbolaan Indonesia.
Dan inilah pertandingan. Ada kegembiraan, kebahagiaan, kesedihan, keputusasaan, bahkan kiamat.

Selasa, 20 November 2007

Kerusakan Lingkungan

TERUMBU KARANG DI KARIMUNJAWA TERANCAM
Oleh Heru Sri Kumoro
Sumber: Kompas, 17 November 2007

Perusakan secara alamiah dan pengaruh aktivitas manusia di perairan membuat tutupan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, terus berkurang dari tahun ke tahun. Jika dibiarkan, hal ini lama-kelamaan akan menghancurkan pariwisata Karimunjawa.

Dari hasil monitoring periode 2004-2007 dengan menggunakan metode reef check, tren kemunculan karang keras yang menjadi indikator status terumbu karang menunjukkan pada kedalaman 3 meter maupun 10 meter terjadi penurunan dari status sedang menjadi buruk. Penurunan terjadi utamanya pada zona pemanfaatan pariwisata.

Kondisi yang sama juga terlihat pada kemunculan penyusun terumbu hidup (living reef) yang cenderung menurun tajam terutama pada kedalaman 3 meter. Kemunculan komponen penyusun terumbu yang mati seperti pecahan karang, karang mati, semakin meningkat baik di kedalaman 3 meter maupun 10 meter.

Hal itu terungkap saat pemaparan hasil Reef Check dan Jambore Selam Nasional 2007 di Aula Kecamatan Karimunjawa, Selasa (13/11). Kegiatan itu diselenggarakan Marine Diving Club (MBC) Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang.

Reef check itu dilakukan pada 11-13 November. Kegiatan ini diikuti 39 peserta antara lain dari Semarang, Aceh, Bandung, Purwokerto, Jakarta, dan Kepulauan Bangka Belitung.

Pemantauan terumbu karang dilakukan di lima titik di Pulau Menjangan Kecil, Menjangan Besar, Cemara Besar, Tanjung Gelam, dan di salah satu zona inti di Pulau Taka Malang. Kelima titik itu dianggap telah mewakili kerapatan karang dan pemanfaatannya di perairan Karimunjawa.

Lokasi yang dipilih merupakan wilayah khusus pemanfaatan pariwisata, kecuali di Pulau Taka Malang. Pulau ini merupakan zona inti yang mutlak dilindungi dan tidak boleh terjadi perubahan apa pun di dalamnya oleh aktivitas manusia.

Pemaparan hasil reef check disampaikan Ketua MBC Achmad Mustofa dan dihadiri peserta reef check. Hadir juga petugas Polisi Hutan Balai Taman Nasional Karimunjawa Sutrisno Haryanta dan Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat Kenari, Afif, yang juga mewakili masyarakat Karimunjawa.

Menurut Sutrisno, perusakan alamiah terjadi saat badai dan arus deras laut yang membalikkan terumbu karang sehingga mati, seperti di Menjangan Kecil. Badai besar yang terjadi pada akhir Desember 2006 dan awal Januari 2007 sedikit banyak juga merusak terumbu karang, katanya.

Kompas yang ikut melakukan pemantauan menemukan karang jenis Acropora atau karang bercabang di Pulau Menjangan Kecil pada kedalaman sekitar 3 meter banyak yang rusak. Karang yang rusak tidak hanya patah sebagian cabangnya, tetapi terbalik.

Selain penggunaan bahan berbahaya seperti potasium, minimnya kesadaran nelayan dan pelaku pariwisata saat belabuh dengan membuang jangkar juga menjadi salah satu faktor yang memperparah kerusakan terumbu karang.

Jangkar yang dibuang nakhoda perahu saat berlabuh sangat merusak terumbu karang dan kerusakannya lebih berbahaya bagi kerusakan terumbu karang dibanding penggunaan potasium. Jangkar yang mengenai terumbu akan langsung mematikan terumbu karang, ujar Mustofa.

Sebenarnya sudah ada upaya untuk mengurangi laju kerusakan terumbu karang, yaitu dengan pemasangan mooring buoy atau alat tambat jangkar mulai tahun 2000. Adanya alat ini membuat nelayan tidak harus membuang jangkar saat berlabuh.

Namun, alat ini banyak yang hilang baik karena faktor alam maupun manusia. Salah satu solusi dan akan dijadikan rekomendasi dari pelaksanaan reef check ini adalah memperbanyak titik-titik alat tambat jangkar di lokasi tangkapan ikan dan pariwisata.

Adanya aturan yang tegas dan program penyadaran bagi nelayan dan pelaku pariwisata juga mendesak dilakukan untuk menghambat laju kerusakan terumbu karang.


Rabu, 31 Oktober 2007

Banjir Semarang

Bermain Di Sekolah Banjir
Namanya juga anak-anak. Meski tahu sekolahannya banjir tapi keceriaan dan kegembiraan masih tetap terpancar. Bermain pun juga tidak terlewatkan. Itulah yang terlihat saat sekolah mereka, Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah 5 Semarang di Jalan Cumi-cumi Raya, Kelurahan Bandarharjo, Semarang, tergenang banjir, Selasa (30/10). Banjir ini disebabkan hujan deras yang turun di Semarang pada Senin malam. Akibat genangan yang masuk ke dalam kelas, proses belajar mengajar terganggu. Sebagian siswa malah kerja bakti menguras air yang masuk kelas. Menurut sejumlah guru, sekolah mereka ini memang menjadi langganan banjir saat musim hujan. Pihak sekolah saat ini telah mempersiapkan bangunan baru untuk merelokasi siswa.

Minggu, 28 Oktober 2007

Cerita Tentang Belalang

Romantisme Seekor Belalang Kayu

Putu Fajar Arcana

SINTO (35) dan Pesek (30) seharian menyusuri hutan jati di sekitar ruas jalan Wonosari-Pantai Baron, Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Keduanya membawa galah bambu seukuran lima meter dengan oplosan lem tikus dan kapas di bagian ujungnya.

Saat ujung lem menyentuh tubuh mangsanya, Sinto dan Pesek harus menahan napas lebih dalam agar serangga buruannya tidak terbang, atau pekerjaan berburu belalang itu akan sia-sia....

Di beberapa ruas jalan di Gunung Kidul, saat liburan Lebaran, para pedagang belalang (mentah) berderet-deret. Mereka tahu pasti inilah saat menangguk rezeki lebih dari hari-hari biasanya. Harga belalang pun melonjak tajam. Andang (29), yang berjualan belalang di ruas Jalan Wonosari-Ponjong, pada hari biasa hanya menjual lima renteng belalang hidup berisi 50 ekor seharga Rp 10.000-Rp 15.000, tetapi pada saat Lebaran bisa menjualnya seharga Rp 25.000. "Ya sekali setahun rezeki buat orang kecil...," tutur Andang.

Pedagang dan pemburu belalang ini tahu pasti, Lebaran adalah saat mudiknya para perantau asal Gunung Kidul. Menurut catatan yang amat konservatif, dari sekitar 700.000 lebih penduduk kabupaten ini, sekitar 200.000 orang merantau ke berbagai kota, terutama Jakarta, dan bahkan luar negeri. Menjelang Lebaran, kantor pos setempat mencatat kiriman wesel yang masuk bisa mencapai Rp 180 juta dalam sehari.

Kenyataan tersebut tentu kabar baik yang ditunggu-tunggu Sinto, Pesek, Andang, dan Tardjo (55), para pemburu dan penjaja belalang yang seumur-umur tak pernah meninggalkan Gunung Kidul. Setidaknya rezeki dari rantau itu menetes pula ke saku mereka orang-orang kampung.

Belalang memang hanya serangga. Bagi banyak orang, serangga lebih dicap sebagai hama ketimbang bahan makanan, apalagi sumber protein. Bagi warga Waingapu, Sumba, Nusa Tenggara Timur, jelas sekali jutaan belalang yang menyerbu tanaman pertanian mereka saban tahun adalah musuh yang harus dibasmi. Sementara bagi orang asli Gunung Kidul seperti Inah (55), yang sudah tinggal di Jakarta sejak tahun 1972, makna belalang lebih dari sekadar itu. Belalang adalah sejenis "medium" untuk mengembalikannya pada romantisme kampung halaman. "Kalau belum makan belalang goreng, saya merasa belum pulang," tutur Inah saat membeli belalang dari Tardjo.

Biasanya, tambah Inah, pada hari pertama pulang kampung di Wonosari, ia dan suaminya langsung menyantap belalang sampai dua piring sekaligus. Cara memasak belalang amat sederhana. Belalang yang sudah dibersihkan cukup direndam dengan air gula, garam, bawang putih, dan vetsin. "Habis itu bisa disangrai atau digoreng," kata Inah. Kalau mau bumbunya meresap, sebaiknya ketika direndam dalam bumbu belalang direbus terlebih dahulu sebelum digoreng. Dan camilan dari belalang siap dihidangkan!

Ingin pulang

Rasa belalang yang mirip-mirip udang itu pulalah yang membuat Suprapto (39), perantau asal Gunung Kidul yang tinggal di Bekasi, selalu ingin pulang. Selain menjenguk orangtua dan keluarga lain, keluarga ini selalu meluangkan waktu untuk berpesta belalang goreng.

"Enggak tahu ya, bukan soal enaknya. Namun, belalang mengingatkan saya pada masa kecil," tutur Suprapto. Agak berbeda mungkin yang dirasakan Ella (52), pelancong asal Solo yang kebetulan berwisata ke Pantai Baron. Ia menyempatkan diri berhenti di sekitar alas jati untuk membeli seikat belalang. "Dulu pembantu saya yang bawain, kebetulan dia dari Gunung Kidul, eh ternyata enak," tutur Ella.

Asal-usul orang makan belalang di Gunung Kidul mungkin sulit dilacak. Setidaknya menurut pengakuan Giyadi (60), warga Playen, Gunung Kidul, sejak ia kecil belalang sudah dimakan warga setempat. Karni (55), istri Giyadi yang sedang menggoreng belalang di dapur untuk menu hari itu, juga mengaku sudah makan belalang sejak kecil. "Ya tahunya sudah makan," tutur dia.

Barangkali wilayah Gunung Kidul yang sebagian besar terdiri atas perbukitan karst yang gersang telah membuat mereka menjajal segala kemungkinan sumber pangan dan protein untuk bertahan hidup. Bahkan, daerah ini distigma sebagai kantong kemiskinan karena pada musim kemarau seperti sekarang rakyatnya hanya mampu makan tiwul.

Kekerasan alam dan sulitnya mendapatkan sumber ekonomi berkelanjutan, menurut Darmaningtyas, seorang peneliti, membuat angka bunuh diri, terutama dengan jalan menggantung diri, begitu tinggi. Tahun 1999-2000, ia mencatat tak kurang dari 64 kasus bunuh diri bermotif tekanan ekonomi.

Secara kebetulan di daerah itu pohon jati dan akasia ditanam warga sebagai pohon peneduh sebelum menggarap lahan pertanian di bawahnya. Pada pucuk-pucuk pohon itulah belalang kayu hinggap dan mencari makan. Para pemburu belalang yang tadinya hanya menangkap belalang padi, kini harus menggunakan galah dan lem tikus.

Jikalau dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB Sutrisno Koswara berpendapat bahwa pada serangga, termasuk belalang, ditemukan kandungan protein antara 40-60 persen, pasti bukan lantaran itulah orang Gunung Kidul menyantap belalang. Juga bukan lantaran meniru rakyat Zimbabwe dan Etiopia yang, antara lain, menjadikan belalang sebagai tepung bahan kue. Di banyak negara Afrika, belalang termasuk serangga yang penting sebagai sumber protein.

Warga perantauan Gunung Kidul, seperti Inah dan Suprapto serta Agus (44) yang tinggal di Bandung, menikmati belalang sebagai camilan seolah mengesahkan keberadaan mereka sebagai pemudik. Belalang tidak hanya mengandung nuansa nostalgia, tetapi serangga inilah (mungkin) yang mendorong mereka pergi dan berhasil di tanah rantau. Belalang yang tadinya dicap sebagai penganan kemiskinan, saking tidak adanya sumber lain yang bisa dimakan, kini berbalik menjadi pelepas rindu kampung halaman, yang meski tetap miskin, tetapi menggelora dalam hati setiap warga Gunung Kidul....
Sumber: http://www.kompas.co.id/kompas%2Dcetak/0710/28/perjalanan/3930620.htm


Jumat, 19 Oktober 2007

Keluargaku Surgaku

Tingkah Polah Ponakanku
Beginilah kalau anak-anak kecil disuruh bergaya di depan kamera. Ekspresi, gaya, dan kelakuannya kadang tidak pernah kita duga. Kelucuan, keluguan, dan mungkin kepolosan tingkah merekalah yang kadang membuat kita "gemes" sehingga pingin mencubitnya. Saat mereka kita minta untuk berpose kadang malah nggak mau, tapi saat kita tidak memintanya, eee tiba-tiba mereka bergaya bak foto model di depan kamera. Ya itulah dunia anak-anak. Dunia yang penuh keceriaan, kebahagiaan, dan juga kelucuan. Keceriaan mereka sering kali menjadi energi positif yang mengalir ke sekelilingnya. Polah mereka yang lucu bisa membuat suasana yang tadinya tegang, muram, dan hitam menjadi riang, penuh senyum, dan putih. Jika Chrismansyah Rahadi atau lebih dikenal dengan nama Chrisye dalam syairnya mengatakan masa-masa bahagia adalah masa SMA, sedang bagiku masa bahagia adalah masa-masa anak-anak. Anak yang merdeka anak yang ceria. Maka bagi kita yang merasa dewasa ini, beri anak-anak itu kemerdekaan, beri kesempatan bagi mereka mendapat dunianya, dinia pendidikan, dunia kesehatan, dan juga dunia anak-anak.

Selasa, 09 Oktober 2007

HP untuk Semua

Tunanetra Pun Ber-HP
Tunanetra melihat dari jarak sangat dekat pesan yang tertulis di telepon genggam miliknya di Semarang, Selasa (10/7/2007). Meski memiliki keterbatasan penglihatan tidak menjadi penghalang bagi kaum tunanetra untuk memanfaatkan layanan di HP meski dengan cara yang mungkin bagi sebagian orang kurang lazim, memposisikan HP sangat dekat dengan mata.

Minggu, 07 Oktober 2007

Resensi Buku

Laskar Pelangi
Buku bagus banget yang layak jadi referensi bagi siapapun, terutama bagi kita yang pingin melihat sisi lain realita pendidikan di negeri tercinta ini. Buku ini berisi kisah nyata tentang sepuluh anak kampung di Pulau Belitong, Sumatera. Mereka bersekolah di sebuah SD yang bangunannya nyaris rubuh dan kalau malam jadi kandang ternak. Sekolah itu nyaris ditutup karena muridnya tidak sampai sepuluh sebagai persyaratan minimal.
Mengutip dari website http://www.kickandy.com/pretopik.asp bahwa ada seorang pecandu narkoba yang bersemangat untuk mengikuti rehabilitasi setelah membaca novel karya Andrea Hirata ini. Si pecandu pun akhirnya bisa sembuh dari ketergantungan narkoba.
Sungguh sebuah novel -- yang diangkat dari kisah nyata -- yang sangat menggugah. Novel yang membuat siapa pun yang membaca akan merasa bersalah dan berdosa jika tidak mensyukuri hidup. Itu pula sebabnya sutradara Riri Reza dan Produser Mira Lesmana tertarik untuk mengangkat kisah ini ke layar film.
MARI KITA TUNGGU FILMYA BEREDAR DAN MARI KITA TONTON RAME RAME.
Bagi yang pingin membaca resensi yang lebih komplit bisa klik di http://sastrabelitong.multiply.com/journal/item/2

Sabtu, 06 Oktober 2007

Sinden Juga Butuh Komunikasi

Pesan Untuk Sinden
Pesinden di lereng Gunung Merapi, Dusun Ngargotontro, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Magelang, Jawa Tengah, menerima pesan singkat saat pentas wayang dalam ritual Auman Merti Desa atau meminta selamat dari murka Merapi, Rabu (3/5/2006). Keberadaan telepon memudahkan komunikasi antara pesinden dengan keluarga saat mereka harus pentas sampai ke luar daerah. Selain itu warga yang ingin “nanggap” atau meminta sinden tersebut untuk pentas bisa menghubungi lewat telepon tidak harus jauh-jauh datang ke rumah pesinden.

Telekomunikasi

Tetap Bening Meski Lirih
Di tengah keramaian dan dengan suara lirih, seorang biksu menelepon sesaat setelah melakukan ritual pindapata atau meminta sedekah kepada umat, di Kelenteng Liong Hok Bio di Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (30/5/2007). Keberadaan telepon genggam dengan sinyal dan suara yang bagus memudahkan masyarakat untuk saling berkomunikasi dengan keluarga, rekan kerja, ataupun orang lain.

Rabu, 19 September 2007

Buka Puasa

Bubur India di Masjid Pekojan

Setiap daerah banyak yang memiliki tradisi unik dan menarik yang beda dengan daerah lain. Tak terkecuali masjid-masjid dalam memberikan hidangan menu berbuka puasa. Jika di Masjid Layur atau Masjid Menara di Jalan Layur Semarang, ada kopi Arab dan kurma untuk berbuka puasa maka di Masjid Jamik-masjid besar-Pekojan di Jalan Petolongan Semarang, setiap hari pada bulan Ramadhan selalu ada hidangan bubur India saat berbuka puasa. Tradisi ini menurut sejumlah sesepuh di masjid tersebut, telah berlangsung ratusan tahun lalu. Untuk memasak bubur diperlukan sekitar 12-15 kg beras setiap hari. Bubur tersebut kemudian di bagi ke dalam mangkok-mangkok yang berjumlah sekitar 200 porsi. Seiring perkembangan waktu, selain bubur, dihidangkan juga buah, kurma, air mineral, dan kopi atau susu. Biaya pembuatan menu tersebut didapat dari donatur yang siap memberikan bahan-bahan tersebut sebulan penuh. Kenapa disebut bubur India? Menurut cerita, kawasan Pekojan merupakan daerah yang banyak dihuni warga Indonesia keturunan India, Arab, dan Gujarat. Mereka merupakan pedagang yang juga menyiarkan Islam di bumi nusantara ini. Tidak salah apabila Masjid Pekojan merupakan satu dari empat masjid tertua yang ada di Semarang. Selain dinikmati oleh jamaah masjid, bubur India juga dinikmati pedagang, pekerja, dan tukang becak yang ada di sekitar masjid.

Jumat, 14 September 2007

Tradisi Sambut Ramadhan

Sejumlah penari membawakan Tari Warak pada pembukaan tradisi Dugderan di Halaman Balaikota Semarang, Rabu (12/9). Tradisi Dugderan diselenggarakan satu hari menjelang bulan Ramadhan.
Kata Dugder-an, berasal dari kata dug, suara bedug, dan der, suara meriam. Konon, sebagai pertanda puasa, suara bedug dan meriah bertalu-talu di Kota Semarang. Seiring dengan perkembangan zaman, Dugderan telah mengalami modifikasi dan perkembangan. Dugderan tidak hanya sekedar suara bedug dan meriam tapi telah menjadi tradisi budaya yang dilaksanakan setiap tahun.
Selain di Balaikota Semarang, gelaran budaya menyambut Ramadhan juga dilaksanakan di halaman Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang, berupa Festival Warak Dugder 2007. Kegiatan tersebut diikuti 16 perserta perwakilan dari masing-masing kecamatan di Kota Semarang.




Budaya

Festival Lima Gunung VI
Kesenian tari lengger yang dibawakan 40-an bocah dan tari kuda lumping dari Dusun Krandegan memeriahkan hari pertama gelaran budaya Festival Lima Gunung ke-6 di lereng Gunung Sumbing di Dusun Krandegan, Keluarahan Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (8/9). Kegiatan yang diikuti kelompok kesenian dari lima gunung di Magelang, Gunung Merapi, Sumbing, Merbabu, Andong, dan Menoreh ini mendapat sambutan antusias dari warga.
Kegiatan selama dua hari ini juga dihadiri penyair si "burung merak" WS Rendra dan seniman Magelang, Sutanto Mendut. Fetival pada tahun ini mengambil tema "Matematika Manajemen Budaya Gunung." Selain ajang pesta budaya seniman lereng gunung acara ini juga menjadi sarana silaturahmi antarseniman. Pada ajang ini pula masing-masing kelompok kesenian saling menimba ilmu untuk kemajuan masing-masing kelompok.

Senin, 03 September 2007

Gerhana Bulan

"Bulan Ditelan Bumi"
Sebagain sekuen prosesi gerhana bulan total dilihat dari langit Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (28/8) malam. Permukaan bulan yang bersentuhan dengan kawasan penumbra bumi mengalami pengurangan cahaya matahari akibat terhalang bumi. Indah juga menyaksikan kuasa sang Pencipta. Tiada anugerah yang indah selain syukur atas segala nikmatnya. "Bersyukurlah, niscaya akan Aku tambah nikmat kepadamu-orang yang mau bersyukur." Pantaskah kemudian kita bersombong di hadapan-Nya. Padahal kita tidak ada apa-apanya dibanding dengan benda dan makhluk ciptaan lain-Nya. Tanda-tanda kekuasaan-Nya hanya untuk orang-orang yang berilmu.

Turun Gunung

Seniman Magelang Hibur Korban Gempa
Seratusan seniman gunung dari Kabupaten Magelang, tampil menghibur korban gempa di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Minggu (2/9). Selain menghibur, kehadiran mereka juga untuk menularkan spirit berkesenian. Bagi masyarakat gunung di Magelang, berkesenian telah menjadi darah yang mengalir di urat nadi masing-masing warga. Setelah lelah bekerja, mencari tumput di gunung atau menggarap ladang, kesenian menjadi obat lelah.
Bagi kawan-kawan semua yang pingin melihat kembali aksi seniman gunung ini, bisa datang ke lereng Gunung Sumbing di Kabupaten Magelang untuk menyaksikan Festival Lima Gunung, 8-9 September 2007. Puluhan kelompok seni akan beradu kreativitas di tempat ini. Mulai dari topeng ireng lereng merbabu, topeng saujan dari gunung Andong, Gadung Mlati dari lereng Merepi, Rodad dari Sumbing, dan tak ketinggalan Soreng juga dari Sumbing.

Kamis, 02 Agustus 2007

Peduli Anak Yatim

Rekreasi Bersama Anak Yatim
Anak-anak dari empat panti asuhan di Semarang dan sekitarnya berbelanja di salah satu swalayan di Jalan Majapahit, Semarang, Minggu (29/7). Kegiatan ini merupakan rangkaian acara "Rekreasi Bersama Anak Yatim" yang diselenggarakan Pos Keadilan Peduli Ummat Jawa Tengah. Selain berbelanja, sekitar 50 anak ini juga rekreasi di Bandara Ahmad Yani, Pelabuhan Tanjung Mas, dan Masjid Agung Jawa Tengah.
Mengamati tingkah polah mereka hati ini terasa getir, meski mereka terlihat lucu. Bagaiamana tidak, untuk bermimpi belanja di mal saja kadang mereka tidak berani. Kenyataannya mereka saat ini mengalami. Salah seorang penjaga stan sempat terpaku dan menteskan air mata melihat tingkah polah mereka.

Senin, 23 Juli 2007

Pendidikan

Protes Sistem Penerimaan Siswa Baru
Pengunjuk rasa peduli pendidikan yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Pendidikan untuk Semua mendatangi DPRD Kota Semarang meminta transparansi penyelenggaraan pendidikan, Senin (23/7). Mereka juga mengecam dikeluarkannya kebijakan tentang perpanjangan penerimaan siswa di sekolah negeri sehingga banyak sekolah swasta yang kekurangan peserta didik baru.
Gimana sih pemerintah itu, ngatur pendidikan kok nggak pernah bener. Belum lagi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD belum terealisasikan, ee sekarang keluar kebijakan aga sekolah negeri bisa memperpanjang masa pendaftaran dan daya tampung. Akibat kebijakan ini banyak sekolah swasta yang nggak laku. Belum lagi ada kabar, kebijakan itu untuk mengakomodir kepentingan sebagian elit agar anaknya bisa sekolah negeri? Piye jal? Opo sekolahane dibubarke wae po?

Minggu, 22 Juli 2007

Profesi

Podo Rebutan Opo to Iki?
Namanya juga sudah menjadi pekerjaan, apapun resiko akan dilakukan untuk hasil terbaik. Seperti yang dilakukan sejumlah wartawan-kontributor-media televisi di Semarang, Minggu (22/7/2007). Mereka rela merebahkan diri di rumput lapang untuk mengambil sudut pandang yang paling bagus saat meliput pesawat airomodeling di Lapangan Tlogomulyo, Semarang.

Jumat, 20 Juli 2007

Perjuangan

Petani Pejuang, Pejuang Petani
Seolah tidak mau berpangku tangan dengan keadaan yang ada, petani di Dusun Talunkacang, Kelurahan Kandri, Gunungpati, Semarang, membuat kincir air untuk mengangkat air dari sungai ke areal sawah, Kamis (19/7). Dengan teknologi yang cukup sederhana tersebut petani tetap bisa menanam padi meski pada musim kemarau. Untuk membuat kincir air diperlukan biaya sekitar satu juta rupiah hasil iuran empat sampai lima petani.
Kadang kita menganggap remeh petani. Mereka sering dianggap sebagai manusia kelas dua, manusia yang tidak bependidikan, atau kasarnya manusia yang bodoh. Stigma itu seakan-akan berada di bawah alam sadar kita. Sehingga kadang kita meremehkannya. Tapi, di balik kesederhanaan dan kesahajaan petanilah kita bisa menikmati makanan setiap harinya. Nasi, sayur, dan makanan lain yang kita satap adalah hasil jerih payah petani. Kadang di balik sikap ikhlasnya menerima "kekejaman" penguasa dalam memarjinalkan-penyengsaraan sistemik dengan kebijakan yang memberatkan petani-mereka mereka memiliki kekuatan untuk tetap bertahan hidup. Akankah kita tetap menganggap mereka warga kelas dua? Maukah kita mencontoh sikap pasrah petani dengan tetap berjuang untuk tetap bertahan? Atau...............................kita menjadi petani aja, PETANI PEJUANG dan PEJUANG PETANI.

Kamis, 19 Juli 2007

Keajaiban Dunia

Posisi Borobudur Tetap Tak Akan Tergoyahkan
Jakarta, Kompas - Posisi Borobudur sebagai salah satu warisan budaya dunia atau world culture heritages yang ditetapkan oleh UNESCO (Organisasi PBB untuk bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan) tidak tergoyahkan.

"Sekali ditetapkan, maka status itu terus berlaku. Adapun pemungutan suara yang diadakan sebuah yayasan berbasis di Swiss terkait pemilihan tujuh keajaiban dunia versi baru tidak ada kaitannya dengan UNESCO," kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman akhir pekan lalu.

Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini tengah berlangsung semacam kompetisi global untuk memilih tujuh keajaiban dunia versi baru yang melibatkan sekitar 20 juta orang di dunia. Mekanismenya dengan memasukkan pilihan mereka lewat internet dan telepon. Kampanye bertajuk "New 7 Wonders of the World" itu dimulai sejak tahun 1999 oleh seorang petualang asal Swiss, Bernard Weber, dengan sekitar 200 nomine yang masuk dari seluruh dunia. Ratusan nomine itu lalu diperas menjadi 21 finalis, di mana Borobudur tidak termasuk sebagai finalis.

Menurut Arief Rachman, setelah Borobudur ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO, status itu tidak akan dicoret. "Bahkan, kalaupun Borobudur sampai runtuh dan hanya tersisa sebuah batu pun, candi itu tetap dianggap sebagai warisan dunia," ujarnya.

Selasa, 17 Juli 2007

Komunitas

Semarang Onthel Community
Tidak mau kalah dengan Yogyakarta yang memiliki paguyuban pecinta sepeda Jogja Onthel Community (JOC) maka di Semarang ada Semarang Onthel Community (SOC). Kedua komunitas ini sama-sama memiliki kecintaan pada sepeda onthel (kayuh, kereta angin) khususnya sepeda yang sudah tua, orang Jawa biasa menyeut sepeda kebo. Setiap hari Minggu, anggota SOC berkeliling Kota Semarang, menyusuri jalan-jalan protokol, seperti di Jalan Pemuda, Minggu (15/7). Tidak mau kalah dengan sepeda motor yang lebih modern, anggota komunitas ini tetap "pede" keliling kota dengan seragam kebanggan masing-masing. Ada yang memakai baju KORPRI ala Umar Bakri, ada yang mengenakan blangkon ala abdi dalem keraton, atau ada juga yang mengenakan kaos oblong biasa. Keberadaan komunitas dengan anggota lebih kurang 50 orang ini salah satunya karena kecintaan pada sepeda sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan.

Senin, 16 Juli 2007

Pendidikan

Masa Orientasi Siswa
Mengenakan topi warna-warni dari kertas siswa baru SMP Negeri 6 Semarang mengikuti masa orientasi siswa (MOS) di lingkungan sekolah, Senin (16/7). MOS sebagai salah satu sarana pengenalan siswa baru terhadap sekolah ini akan berlangsung selama tiga hari. Selain mengenal tentang kurikulum dan sistem pelajaran, mereka diharuskan mengenal guru mereka, dengan meminta tanda tangan.

Jumat, 13 Juli 2007

Dunia Anak

Festival Anak Sholeh
Peserta Festival Anak Sholeh Indonesia III tingkat Jawa Tengah mengikuti pawai taaruf yang dimulai dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Jawa Tengah, Jumat (13/7). Kegiatan yang diikuti anak-anak se Jawa Tengah tersebut menjadi ajang seleksi untuk mewakili Jawa Tengah pada festival anak sholeh tingkat nasional. Festival yang mempertemukan anak-anak dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah ini akan berlangsung hingga 15 Juli mendatang. Di Jawa Tengah setidaknya ada 18 ribu Taman Pendidikan Al Quran (TPQ). Oleh karena acara ini juga menjadi ajang bagi anak-anak saling berkumpul dan bersilaturahmi untuk menimpa ilmu dan pengalaman serta menjalin persaudaraan.
Liputan acara ini membuat aku teringat waktu kecilku, khususnya saat SD-SMP. Di tempat itulah aku belajar bersosialisasi dan tentunya tempat aku mengenal ajaran-Nya. Jadi pingin kembali bermain seperti anak-anak ini, he he he he........

Kamis, 12 Juli 2007

Bencana Lagi

Ancaman Kekeringan
Bencana dan musibah ternyata masih akrab dengan kita, masyarakat Indonesia. Ironis memang, bencana yang selalu terjadi tersebut seakan tidak diambil hikmah dan pelajaran, sehingga selalu terulang. Kekeringan, antre air bersih, padi puso, akhir-akhir ini menghiasi pemberitaan di hampir semua media massa, baik elektronik maupun cetak. Tetapi pemerintah seakan tidak belajar dari pengalaman masa lalu untuk mencari pemecahannya. Kejadian seperti warga Dusun Kalialang Baru RT 03 RW 7 Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Semarang, yang rela antre berjam-jam untuk mendapatkan air bersih yang dialirkan dari Sendang Gayam, Kamis (12/7) berlangsung setipa tahun. Kenapa semua ini terus terjadi? Tidakkan kita belajar dari kejadian masa lalu? ahh.... dasar manusiaaa.... biasanya memang mengeluh....? TAPI DIMANA PERAN PEMERINTAH????? PEMERINTAHHHH AYO BANGUNNNN, LIAT WARGAMU YANG SUSAHHH...........!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Rabu, 11 Juli 2007

Pendidikan

Perjuangan Guru
Pemerintah kita itu memang tidak jelas. Bagaimana tidak, amanat UUD dasar untuk mengalokasikan dana pendidikan 20 persen dari APBN belum juga terealisasikan. Apakah ini bisa dikatakan pmerintah melanggar konstitusi? Jika tidak, maka sudah layak jika pemerintah yang sekarang berkuasa itu tidak lagi sah memimpin negara ini, apalagi dipilih untuk pemilu yang akan datang. Keprihatinan atas masalah inilah yang coba disikapi guru yang tergabung dalam PGRI, Persatuan Guru Republik Indonesia. Mereka yang tergabung dalam Tim Penyampai Aspirasi PGRI Jawa Tengah berorasi di depan Gedung PGRI Jawa Tengah di Semarang, sebelum berangkat ke Jakarta, Rabu (11/7). Keberangkatan mereka ke Jakarta, beserta 2.165 guru lainnya, salah satunya menuntut realisasi anggaran pendidikan 20 persen.

Selasa, 10 Juli 2007

Inspirasi

Harusnya Kita Malu
Meski memiliki keterbatasan sebanyak 30 tunanetra begitu bersemangat untuk mempelajari Al Quran Braile di Gor Manunggal Jati, Semarang, Selasa (10/7/2007). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia Jawa Tengah tersebut untuk memfasilitasi dan memberi bekal peserta agar bisa lancar membaca Al Quran dan nantinya bisa mengajarkannya kepada tunanetra lainnya. Namun semangat mereka sedikit banyak terkendala dengan harga Al Quran Braile yang lumayan mahal, antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta tiap set, 30 juz.
Pertanyaannya bagi kita semua-yang diberi kelebihan oleh Sang Pencipta-apakah kita punya semangat yang kuat seperti mereka untuk mempelajari firman-Nya? Harusnya malu jika kita yang "awas" ini tidak bisa membaca Al Quran dan kita tidak mau mempelajarinya.

Senin, 09 Juli 2007

Pesona Borobudur

Bukan 7 Keajaiban Dunia Lagi
Meski sudah tidak masuk dalam 7 keajaiban dunia, pesona Borobudur tetap terpacar. Kita hanya bisa berharap agar status Borobudur yang baru tidak membuat wisatawan-baik asing maupun domestik-tidak meninggalkannya. Karena pesonanya itu, Borobudur telah memberi penghidupan bagi jutaan manusia di sekitarnya. Dari tukang parkir, pedagang asongan, restribusi yang masuk kas pemerintah, hingga fotografer yang tidak bosan mengabadikanya. Bagi anda yang ingin mengungkapkan uneg-uneg mengengai status baru Borobudur silakan tulis di kolom komentar di bawah ini :).

Jumat, 06 Juli 2007

Apresiasi Seni

Festival Seni Rakyat Gebyok


























Warga Dukuh Gebyok Kelurahan Ngijo dan Kelurahan Patemon, Kecamatan Gunungpati, Semarang, menggelar Festival Seni Rakyat Gebyok, Jumat (6/7). Festival seni dengan tajuk Marung Seni Nyawuk Kali di Gebyok ini juga dimaksudkan untuk menggugah kesadaran warga akan pentingnya menjaga lingkungan. Kegiatan yang akan berlangsung hingga 8 Juli ini juga sebagai peringatan Hari Lingkungan Hidup. Acara ini dirancang untuk melibatkan semua warga, terutama remaja dan anak-anak dan sebagai upaya nyata menggali potensi kemampuan berkreasi.

Minggu, 01 Juli 2007

Budaya Jawa

Ulang Tahun Ngesti Pandowo
"Selamat ulang tahun ke-70 Wayang Orang Ngesti Pandowo. Semoga tetap eksis dan bisa menjadi acuan bagi pelestarian budaya Jawa yang luhur dan adiluhunung ini." -red penulis-
Untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-70 pada 1 Juli ini, kelompok Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo Semarang menggelar pertunjukan di Halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah di Semarang, Sabtu (30/6/2007) malam. Lakon yang dibawakan Pandowo Timbul. Selain personil Ngesti Pandowo, pentas tersebut juga dimeriahkan dengan tampilnya sejumlah perempuan cantik dari Kota Solo. Sayang, pentas yang mendapat sambutan meriah masyarakat tersebut sempat terhenti sejenak karena hujan lebat yang mengguyur langit Semarang. Para penabuh gamelan atau wiyogo satu-persatu meninggalkan lokasi pentas, maklum, lokasi tempat mereka menabuh gamelan tidak ada atap pelindungnya. Patut untuk diacungi jempol, para seniman tersebut tetap semangat untuk melanjutkan pentas. Satu persatu perangkat gamelan dinaikkan ke panggung. Setelah semua persiapan selesai, tidak lebih dari 30 menit pentas yang juga disaksikan Wakil Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz kembali dilanjutkan. Sekali lagi SELAMAT ULANG TAHUN NGESTI PANDOWO.

Sabtu, 30 Juni 2007

Esai Foto

Mi Tenaga Sapi dan Manusia
Srandakan, Bantul, DI Yogyakarta, 2005







Jumat, 29 Juni 2007

Merapi dan Borobudur

Borobodur dalam Bayang-bayang Merapi
Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terselimuti kabut dilihat dari Pegunungan Menoreh, Magelang, Rabu (26/4/2006) pagi. Candi Borobudur yang dibangun oleh Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada abad VIII pernah tertimbun oleh material yang diperkirakan berasal dari Gunung Merapi dalam beberapa kali letusan, dalam kurun ratusan tahun.

Kamis, 28 Juni 2007

Waisak 2007

Pindapata

Sejumlah biksu melakukan pindapata atau meminta sedekah kepada umat di sepanjang Jalan Pemuda, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (30/5). Prosesi ini merupakan salah satu rangkaian acara menyambut perayaan Hari Raya Waisak 2007 bagi umat Buddha. Dalam agama Buddha, biksu merupakan kelompok masyarakat yang dihormati serta hidupnya diserahkan untuk mengabdi pada Buddha Gautama. Hidup mereka selalu dibiaya dari umat Buddha dan orang lain yang mau mendermakan sebagain rezekinya.

Pesona Prambanan

Harapan Di Tahun Baru

Pemandangan di sekitar Candi Prambanan, perbatasan Provinsi Jawa Tengah dengan Provinsi DI Yogyakarta, Sabtu (1/1/2005). Bentuk candi yang samar dengan latar langit yang cerah dan matahari pagi yang bersinar memancarkan pesoan dan keindahan yang seolah memberikan harapan baru yang lebih baik di awal tahun 2005.
Candi Prambanan sebagai candi Hindu merupakan salah satu penanda kemegahan dan keagungan masa lalu. Candi ini dibangun, juga candi-candi lainnya, sebagai bentuk dan sarana pemujaan masyarakat kepada zat yang mereka anggap besar, mahakuasa, dan mahasegalanya.
 

Copyright 2007 ID Media Inc, All Right Reserved. Crafted by Nurudin Jauhari